Hari itu Senin, atau mungkin Rabu, karena itu jadwal latihanku. Yang kuingat pasti, sore itu aku sedang berada di lapangan, berlatih futsal di hari hari pertamaku sebagai anak SMA. Sore itu aku melihat kamu, sedang bercanda di gawang dengan kakak kelasku, mencoba merusak konsentrasinya dengan caramu yang lucu. Kamu dengan rambutmu yang masih gondrong sebahu, dan tampangmu yang iseng menyebalkan. Aku sebal, karena aku tak kenal kamu sehingga aku tak bisa ikut bercanda denganmu, sebal karena aku ingin berlatih tapi kamu menghalangi gawangku!
Belakangan ku tahu, kamu Efdian Rahman, baru lulus, sekarang anak Binus.
Lalu setiap Senin dan Rabu, aku melihatmu. Perawakanmu yang kurus dan rambut lurusmu yang sebahu, seperti film kungfu (haha). Setiap Senin dan Rabu pula aku melihat seorang cowok kelas 2 yang menarik perhatianku. Aku lupa bagaimana, akhirnya aku dan kamu saling kenal. Begitu pula aku dan si cowok kelas 2. Pada suatu waktu akhirnya aku jadian dengan si cowok kelas 2. Kamu? Entah bagaimana caranya aku lupa, kita mulai kenal dan bercanda. Dan setiap hari sepulang sekolah, aku akan duduk di depan komputerku dan mengetik untukmu yang ada di sebrang komputermu. Kamu, kamu selalu membuat sore soreku menyenangkan dengan kelakarmu yang khas.
Aku menemukan sahabat baru.
Beberapa bulan bersama si cowok kelas 2, aku dan dia akhirnya putus. Aku mengalami patah hati besar besaranku yang pertama. Kamu, masih ada di Senin dan Rabuku, dan layar komputerku, setia mendengarkan segala keluh kesahku yang itu itu saja. Kamu juga yang memberikanku saran saran yang benar-benar menguatkan, bukan sekedar simpati yang asal lewat. Sejak itu, kamu lah orang yang paling ku percaya untuk berbagi cerita ceritaku. Dengan keisenganmu yang terkadang kelewatan, kamu menghiburku dengan cara yang unik. Ya, menghiburku sampai aku menangis terkena isenganmu. (Kamu pasti ingat maksudku saat melihat gambar dibawah ini hahaha). Aneh memang, tapi kurasa cowok kelas 2 cukup berperan dalam mendekatkan persahabatan kita.Kamu mengajarkanku untuk menghindari pergaulan yang buruk. Kamu memberikanku gambaran dan arah dari dunia yang masih asing buatku.
Aku menemukan seorang kakak yang selalu kuinginkan
Saat aku naik ke kelas 2, kamu dan aku tetap bersahabat. Aku masih melihatmu setiap Senin Rabu dan pada layar komputerku. Kamu akhirnya membantu Randy melatih futsal cewek karena Angga sibuk skripsi. Kamu dan aku juga bersahabat dengan teman-teman baikku sesama anak futsal, Gita dan Diza. Dan dengan semena-mena kamu memanggil kami selir-selirmu sambil memasang tampangmu yang menyebalkan. Trio Macan. Aku, Gita, dan Diza. Dan kamu. si om om .Senin Rabuku selalu menyenangkan.
Suatu malam selesai futsal, kamu mengantarku pulang. Saat itu kamu terperanjat karena ternyata rumahku hanya beda beberapa rumah dari rumah sahabatmu semasa SMA, Erick. Aku pun tak menyangka, Mas Erick, begitu aku memanggilnya, adalah teman mainku semasa kecil, tapi semenjak kami dewasa kami tak pernah bertemu. Kamu bilang, Mas Erick sekarang kuliah di Amerika dan akan pulang bulan Juni? Aku sebenarnya lupa bulan apa, kita anggap saja Juni.
Akhirnya aku naik ke kelas 3. Aku harus berhenti futsal. Sudah tidak ada lagi Senin Rabu. Walalupun begitu kita tetap saling bercerita. Tentang apa saja. Kuakui, aku sedikit kangen kamu, kangen Senin Rabu kita. Tapi tak apa karena setiap Mas Erick pulang, kita sering menghabiskan waktu bersama. Kamu, Aku, Mas Erick dan Ryo. Aku ingat, tahun itu, saat aku duduk di kelas 3 tiba-tiba Mas Erick dan Ryo jadi menjodoh-jodohkanmu denganku. Aku malu. Aku pikir tidak mungkin. Begitu pula saat aku bercerita ke Gita. Ya, tidak mungkin. Kamu dan aku adalah sahabat. Kamu adalah abangku. Kamu adalah pepen si penjaja bakso hihi :P
Walaupun begitu, hatiku terasa aneh saat mereka menyebut kamu.
Aku masuk kuliah. Tak lupa kamu memberiku nasehat-nasehat akan pentingnya menjaga pergaulan di dunia yang makin lama makin mengganas ini. Tak lupa pula kamu menawarkan jasa "curhat"mu bila nanti ada sesuatu yang kutemui dan tak kumengerti tentang dunia baru itu. Namun, tidak ada lagi Senin Rabu. Aku tinggal di rumah Neneku sekarang, tidak ada lagi waktu untuk bertemu. Hanya ada dirimu di layar komputerku. Tapi kamu masih disana. Masih ada saat aku menangis tengah malam dan ingin bercerita, masih ada saat aku merasa depresi dan tak berguna.
Semester 2 tiba. Aku lupa awal mulanya tapi tiba-tiba kita jadi sering bertemu. Mengadakan acara-acara di hari Sabtu dengan Gita dan Nico, sahabatku, sahabatmu. Mungkin karena saat itu Gita hampir jadian dengan sahabat SMA-mu, Ray. Aku juga lupa. Yang pasti acara Sabtu selalu kunantikan.
Tiba-tiba kamu berubah. Dari yang dulu selalu mencari celah untuk mengatai entah betisku, entah sifat cengengku, atau mantan-mantanku, menjadi orang yang lemah lembut terhadapku. Dengan tumbennya kamu mengarahkan motormu ke Stasiun Tebet hanya untuk mengantarku latihan softball. Aku bingung, kaget. Benar saja, kamu menyatakan perasaanmu padaku. Aku bodoh saat itu, karena tak mau membuka hati. Aku sedang dalam posisi paranoid terhadap cinta. Aku malah menjauhimu. Aku tahu kamu sedih. Aku merasa jahat. Sampai pada akhirnya kamu bicara padaku, bahwa kamu tak mau menggangguku lagi. Aku menangis.
Kuminta padamu untuk melupakan yang kamu katakan. Sungguh saat itu aku kangen padamu. Kangen dengan keisenganmu yang sampai saat ini belum tertandingi siapapun. Kangen dengan bijaknya kamu saat aku berkeluh kesah. Kangen dengan suara tawamu yang menggelegar tanpa henti itu. Kangen dengan cerita-cerita kita tentang mimpi masing-masing, tentang keinginan dan cita-cita. Aku ingin semua seperti dulu.
Waktu berjalan. Kamu dan aku kembali seperti dulu, namun kali ini kamu dan aku menghabiskan waktu bersama hampir setiap hari. Entah di rumah Gita, di tempat softball, atau makan-makan dengan Nico. Seperti mengganti Senin Rabuku yang hilang. Aku senang.
Lalu tiba-tiba seperti badai tornado hatiku berubah 180 derajat. Aku merasa bodoh karena setelah bertahun-tahun mengenalmu luar dalam aku baru menyadari, kamu lah yang selama ini aku cari. Semua kriteria prince charmingku selama ini ada di kamu. Perhaps, you're better. You watched me grow. You helped me grow. Dan tiba-tiba rasa sayangku padamu berubah. Bukan rasa sayang terhadap sahabat, tetapi lebih. Sekarang kamu bagaikan kopi 3 in 1, dan Senin Rabuku berubah jadi Senin sampai dengan Minggu bersamamu :)
Dear Efdian Rahman, they always tell me best friends are forever. Well I hope it's true.
With Love,
Qya